![]() |
Foto : Aksi Solidaritas Lawan Kriminalisasi (SOLASI) untuk 11 orang masyarakat adat Maba Sangaji, Halmahera Timur, Maluku Utara yang dikriminalisasi oleh Polda Maluku Utara di depan Mabes Polri, Kamis (22/05/2025). |
Puluhan massa aksi berkerumun tepat di depan Mabes POLRI bergantian berorasi menyuarakan keresahan dan menuntut agar 11 masyarakat adat segera dibebaskan tanpa syarat. Aksi dimulai pada pukul 09.30 hingga pukul 12.30 WIB. Dengan pengamanan polisi yang lebih banyak jumlahnya daripada massa aksi.
Aksi berlangsung damai meskipun pada awalnya polisi memaksa memindahkan titik aksi yang awalnya berada tepat di segitiga trotoar lampu merah, ke depan museum Polri.
Kriminalisasi Pejuang Lingkungan Hutan Adat Maba Sangaji.
Negara kembali menunjukkan brutalitasnya kepada masyarakat adat. Ketika masyarakat adat mempertahankan ruang hidup dan kehidupannya, negara justru berdiri di sisi korporasi. Alih-alih melindungi hak-hak warga, aparat negara malah menjadi alat represif untuk membungkam suara yang membela lingkungan.
Peristiwa memilukan ini terjadi di Desa Maba Sangaji, Halmahera Timur, Maluku Utara. Sebanyak 11 masyarakat adat dijadikan tersangka secara sewenang-wenang oleh aparat negara. Mereka dituduh sebagai pelaku kejahatan hanya karena menolak aktivitas pertambangan nikel yang dilakukan oleh PT Position, anak perusahaan dari PT Harum Energy Tbk (HRUM).
Sejak mulai beroperasi pada tahun 2024, PT Position telah merusak lingkungan hidup dan membuat resah kehidupan masyarakat adat di Maba Sangaji. Dengan konsesi tambang seluas 4.017 hektare, aktivitas perusahaan telah menyebabkan kerusakan serius terhadap ekosistem di Halmahera Timur.
Sungai-sungai penting yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat Kaplo, Tutungan, Semlowos, Sabaino, Miyen, dan Sungai Sangaji mengalami pencemaran berat. Debit air berubah, kualitas air menurun drastis, dan warga tak lagi bisa memanfaatkan air untuk kebutuhan harian maupun pertanian.
Lebih buruk lagi, pencemaran ini menyebabkan bencana ekologis berupa banjir bandang yang merusak rumah, perkebunan, dan fasilitas umum. Hutan-hutan adat yang selama ini menjadi ruang hidup dan sumber pangan masyarakat pun dihancurkan demi operasi tambang. Banyak warga kehilangan mata pencaharian utama.
Masyarakat adat tak sanggup lagi menahan keresahan, pada 15 Mei 2025, mereka menggelar aksi untuk menyuarakan penolakan terhadap pertambangan nikel. Mereka berdiri dengan tenang, membawa pesan damai, dan memohon agar ruang hidup dan kehidupannya tidak terus dirusak. Namun, bukannya mendengarkan, negara merespons dengan penangkapan brutal terhadap 27 warga, dan 11 di antaranya langsung ditetapkan sebagai tersangka.
Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 jelas menyatakan bahwa siapa pun yang karena kelalaiannya merusak ekosistem sungai, mencemari air, atau menyebabkan daya rusak air seperti banjir dan pencemaran, dapat dikenakan hukuman pidana penjara hingga 18 bulan dan denda hingga Rp3 miliar.
Kami menegaskan: masyarakat adat Maba Sangaji bukan penjahat. Mereka adalah garda depan pejuang lingkungan, yang selama ini menjaga hutan, air, dan tanah dari kehancuran. Apa yang mereka lakukan bukan tindakan kriminal, tapi bentuk keberanian dan cinta terhadap tanah airnya.
Penangkapan ini mencerminkan wajah kelam dari model pembangunan yang menempatkan investasi dan kepentingan modal di atas hak-hak rakyat dan kelestarian lingkungan. Ini adalah cermin dari rezim ekstraktif yang lebih memilih eksploitasi ketimbang perlindungan. Ini bukan hanya soal tambang di Halmahera Timur. Ini adalah soal bagaimana negara memperlakukan rakyatnya sendiri, terutama mereka yang berdiri membela ruang hidup dan kehidupannya.
Sehingga, dengan perlakuan busuk negara dan culasnya perusahaan, kami Solidaritas Lawan Kriminalisasi (SOLASI) menuntut:
Sehingga, dengan perlakuan busuk negara dan culasnya perusahaan, kami Solidaritas Lawan Kriminalisasi (SOLASI) menuntut:
1. Bebaskan 11 masyarakat adat Maba Sangaji, Halmahera Timur.
2. Cabut IUP PT Position.
3. Hentikan Pertambangan Nikel Di Maluku Utara.
4. Hentikan kriminalisasi terhadap masyarakat adat.
*(red)