![]() |
| Foto : Ist. |
Dari sikap yang ditunjukkan sang kades, tampak jelas adanya kecenderungan meremehkan suara publik, seakan mengukuhkan bahwa kultur kepemimpinan di desa tersebut jauh dari nilai etika dan keteladanan.
“Kami berharap baik Pemerintah Setempat maupun aparat penegak hukum tetap teguh patuh pada regulasi yang berlaku tanpa memandang jabatan atau status sosial dalam menerapkan aturan dan menegakkan hukum terhadap siapa pun yang terjerat persoalan," ujar Rian.
Dalam unggahan yang kini viral, terlihat nada sinis dan tidak etis yang ditujukan kepada mahasiswa yang menggelar aksi menuntut penegakan hukum atas status tersangka Kades Gantarang dalam perkara yang masih bergulir di Polres Jeneponto. Padahal, aksi yang membawa spanduk bertuliskan “Segera PLT-kan Kades Gantarang” dan “Tangkap dan Adili” merupakan bentuk kontrol sosial yang sah.
Alih-alih menanggapi kritik secara dewasa, oknum Kades justru memilih membalas dengan bahasa provokatif—tindakan yang menunjukkan ketidakmatangan dan arogansi kekuasaan. Hal ini merusak martabat jabatan sekaligus memperkuat tuntutan publik untuk percepatan proses pemberhentian sementara melalui mekanisme Plt Kepala Desa, sebagaimana diatur dalam regulasi tentang pejabat desa yang berstatus tersangka.
APHI Desak Polda Sulsel Ambil Alih Penanganan Perkara.
Melihat situasi yang semakin memanas dan indikasi proses hukum yang dianggap tidak maksimal di tingkat Polres Jeneponto, APHI bersama sejumlah elemen mahasiswa menilai bahwa penanganan kasus ini rentan konflik kepentingan. Beberapa dinamika bahkan menimbulkan tanda tanya publik mengenai objektivitas aparat dalam menangani pejabat desa yang sudah berstatus tersangka.
Atas dasar itu, APHI secara tegas mendesak Polda Sulawesi Selatan untuk mengambil alih penanganan perkara demi:
1. Mengembalikan kepercayaan publik terhadap integritas dan independensi penegakan hukum.
2. Mencegah potensi kompromi atau permainan hukum di level polres.
3. Menjamin penanganan perkara bebas intervensi pejabat lokal.
4. Menegaskan komitmen aparat dalam menindak pejabat publik yang menghadapi perkara hukum.
Rian Garcia, selaku jenderal lapangan menyatakan bahwa "Arogansi seorang pejabat publik yang sedang berstatus tersangka tidak boleh dibiarkan menjadi preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan desa di Jeneponto. Kami turun ke jalan bukan karena benci, tetapi karena hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Ketika seorang kepala desa berani mengolok-olok suara publik di tengah proses hukum, itu adalah pembangkangan terhadap etika jabatan. Dan ketika Polres Jeneponto tampak tidak tegas, maka Polda Sulsel wajib turun tangan. Ini bukan soal satu desa, ini soal martabat hukum di Sulawesi Selatan,” tutupnya
Kini publik menanti langkah konkret Polda Sulsel. Semakin lama polemik dibiarkan tanpa tindakan tegas, semakin besar potensi gesekan sosial dan erosi kepercayaan terhadap aparat penegak hukum.
Aksi, kritik, dan suara masyarakat tidak boleh dikalahkan oleh arogansi seorang pejabat. Penegakan hukum harus berdiri lebih tinggi daripada kepentingan kekuasaan.
Kasus Gantarang adalah ujian integritas hukum di Sulawesi Selatan apakah keadilan benar-benar berlaku sama bagi semua.
*(red



.jpg)