![]() |
Foto : Ist. |
Massa aksi membentangkan spanduk tuntutan bertuliskan "Rakyat Bersatu Gulingkan Prabowo-Gibran".
Jenderal lapangan Jimi Saputra menyampaikan bahwa aksi tersebut sebagai bentuk ketidakpercayaan rakyat terhadap rezim pemerintahan Prabowo-Gibran.
Menurutnya, mulai dari pemerintahan Joko Widodo dan sekarang Prabowo-Gibran telah membuat kebijakan-kebijakan yang mengkhianati semangat reformasi 1998.
"Semangat reformasi 98 telah dirusak oleh Jokowi dan Prabowo-Gibran dengan membuat aturan-aturan yang anti terhadap kepentingan kesejahteraan rakyat," ujar Jimi Saputra.
"Kontroversi kepemimpinan Jokowi dan Prabowo-Gibran tidak ada perbedaan. Jokowi menerbitkan UU Omnibus Law yang melanggengkan investasi untuk eksploitasi SDA dan tenaga kerja sementara Prabowo-Gibran menerbitkan UU TNI baru yang mengancam kebebasan berekspresi dan sipil," tambahnya.
Lebih lanjut, Jimi Saputra mengatakan bahwa setelah UU TNI berhasil disahkan, RUU Polri juga akan diupayakan oleh pemerintah untuk disahkan hal itu adalah upaya pemerintahan Prabowo-Gibran untuk mengembalikan Dwifungsi ABRI.
"Kami menilai beberapa kebijakan Prabowo-Gibran mulai dari UU TNI dan RUU Polri adalah untuk mengembalikan Dwifungsi ABRI. Yang semakin mengkhawatirkan adalah Dwifungsi ABRI ini akan digunakan sebagai mesin pemukul untuk meloloskan investasi asing," pungkasnya.
"Sehingga kami dari GRD menggaungkan persatuan rakyat Indonesia untuk gulingkan rezim militeristik Prabowo-Gibran yang pro asing dan anti terhadap rakyat," tutupnya.
Dalam aksi itu KP-GRD membawa "Rakyat Bersatu Gulingkan Prabowo-Gibran" dengan beberapa tuntutan yaitu:
1. Cabut UU TNI
2. Tolak RUU Polri.
3. Tolak RUU Keamanan Nasional.
4. Tolak RUU KUHP.
5. Sahkan RUU Perampasan aset.
6. Adili Jokowi.
7. Tolak gelar pahlawan Soeharto.
8. Tolak Militer masuk kampus.
*(red)