Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita


Praktisi Hukum Andi Cibu: Perpol No 10 Tahun 2025 Bertentangan Dengan Putusan MK

December 14, 2025 Last Updated 2025-12-13T16:40:02Z

Foto : Dr. Andi Cibu Mattingara, S.H., M.H. akademisi dan praktisi hukum.
Corong Demokrasi,- Kurang dari satu bulan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan putusan penting terkait kedudukan anggota kepolisian dalam ranah sipil, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) justru menerbitkan sebuah regulasi yang memantik perdebatan serius dari sisi konstitusional dan tata kelola hukum.

Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi, yang ditandatangani Kapolri pada 9 Desember 2025, secara eksplisit mengatur mekanisme penempatan anggota aktif Polri pada 17 kementerian dan lembaga negara di luar struktur utama kepolisian. Pengaturan ini dinilai problematik karena berpotensi bertentangan dengan arah dan semangat putusan MK yang baru saja dikeluarkan.

Menyikapi hal itu, akademisi dan praktisi hukum Dr. Andi Cibu Mattingara, S.H., M.H angkat bicara.

Andi Cibu Mattingara menegaskan bahwa secara konstitusional, fungsi Polri telah ditegaskan secara jelas dalam Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945, yakni sebagai alat negara yang bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Fungsi tersebut menempatkan Polri sebagai institusi profesional yang harus dijaga netralitas dan independensinya dari kepentingan politik maupun jabatan sipil yang tidak berkaitan langsung dengan tugas kepolisian.

Menurutnya, dalam Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025, MK secara tegas menggariskan bahwa penempatan anggota Polri pada jabatan sipil di luar fungsi kepolisian mensyaratkan pelepasan status keanggotaan aktif, baik melalui pengunduran diri maupun pensiun dini. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin netralitas, profesionalitas, serta mencegah tumpang tindih kewenangan antara institusi sipil dan aparat penegak hukum.

"Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 tahun 2025 justru hanya mengatur mekanisme alih fungsi sementara tanpa konsekuensi pelepasan dinas atau identitas institusional anggota Polri. Skema ini secara substansial bertolak belakang dengan semangat reformasi Polri yang selama ini didorong, sekaligus mengaburkan batas antara aparat penegak hukum dan jabatan sipil," ujar Andi Cibu Mattingara kepada Corong Demokrasi, Sabtu (13/12/2025).

"MK menekankan prinsip pemisahan yang tegas antara status keanggotaan aktif Polri dan jabatan sipil. Prinsip tersebut belum terakomodasi secara utuh dalam Perpol ini. Padahal, putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga pengaturan lebih lanjut seharusnya bersifat memperjelas pelaksanaan putusan, bukan memperluas interpretasi yang justru berpotensi menimbulkan konflik norma dan implikasi hukum bagi kementerian atau lembaga negara yang ditempati anggota Polri aktif," pungkasnya.

Lebih lanjut, kata, Andi Cibu, pencantuman 17 kementerian dan lembaga negara sebagai ruang penugasan anggota Polri aktif semakin mempertegas persoalan. Tidak semua kementerian dan lembaga tersebut memiliki korelasi langsung dengan fungsi kepolisian. Kondisi ini jelas tidak sejalan dengan spirit pembatasan yang dikehendaki MK, yang justru ingin memastikan profesionalitas dan netralitas aparatur negara.

Pengaturan mengenai penugasan anggota Polri di jabatan sipil seharusnya ditempatkan pada level peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah mengatur secara tegas hierarki norma hukum, dan Perpol tidak termasuk dalam hierarki tersebut. Oleh karena itu, pengaturan lanjutan semestinya dituangkan setidaknya dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres), guna menjaga kesesuaian norma, kepastian hukum, serta menghindari konflik regulasi.

"Persoalan ini menjadi krusial untuk disorot karena menyangkut arah pembaruan tata kelola kementerian dan lembaga negara, penguatan prinsip netralitas aparatur, serta upaya meningkatkan profesionalitas institusi negara dalam sistem demokrasi dan negara hukum. Jika dibiarkan, praktik penempatan anggota Polri aktif di ranah sipil berpotensi menggerus reformasi kelembagaan yang selama ini diperjuangkan," tutupnya.

*(red)


×
Berita Terbaru Update